Andry Widyowijatnoko
Bambu merupakan material alami yang terdapat hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Bambu memiliki kuat tekan 31-63 N/mm2 dan tarik 100-315 N/mm2 tergantung dari spesiesnya. Beberapa tipe konstruksi bambu telah berkembang. Konstruksi bambu berdasarkan Widyowijatnoko dan Trautz (2009) dibagi menjadi dua macam: konvensional dan substitutif. Tipe konvensional merupakan tipe konstruksi yang didasarkan pada karakteristik dasar bambu. Tipe substitutif merupakan tipe konstruksi bambu yang menempatkan bambu sebagai pengganti material lain pada sistem konstruksi yang sudah ada sebelumnya (Widyowijatnoko, 2012). Salah satunya adalah pemakaian bambu untuk struktur rangka ruang (space truss) dan struktur tarik (tensile structure). Meskipun bambu memiliki potensi kuat tekan dan tarik yang sangat baik untuk menggantikan baja pada struktur rangka ruang atau struktur tarik, kendala terbesarnya terletak pada tidak adanya sistem sambungan yang mampu mengakomodasi kekuatan tersebut. Perkembangan arsitektur bambu saat ini sedang meningkat tajam karena bambu merupakan bahan baku alami yang sangat sustainable. Selain itu, rantai ekonomi konstruksi bambu banyak bersandar pada masyarakat kecil. Hal ini akan meningkatkan kesejahteraan ekonomi kelas bawah. Sementara itu permintaan rekayasa bangunan dan struktur bambu bentang lebar yang tumbuh pesat saat ini masih terkendala pada sistem sambungan yang handal. Meskipun beberapa sambungan bambu telah diteliti dan diusulkan oleh Widyowijatnoko (2012) dalam disertasinya di RWTH Aachen, Jerman, masih terdapat beberapa sistem sambungan yang belum diuji kinerjanya dan bahkan belum dikembangkan sama sekali. Pengalaman lapangan terutama di dalam rekonstruksi Bangunan Tiga Gunung di Bali memberikan masukan berharga pada pengembangan sambungan tarik bambu. Untuk memberikan hasil yang maksimal, penelitian ini dilakukan dengan menggandeng Prof. Neuhof dan Prof. Arndt dari FH Erfurt, Jerman, yang telah melakukan perhitungan struktur Bangunan Tiga Gunung tahun 2008 (Hendan, 2008). Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan sistem sambungan bambu yang mampu memanfaatkan semaksimal mungkin kekuatan tarik dari bambu itu sendiri. Keberhasilan dari penelitian ini akan memicu pemakaian bambu untuk menjadi elemen tarik murni sehingga muncul karya-karya arsitektur berbentang lebar dan juga jembatan-jembatan bambu bentang lebar yang sangat dibutuhkan masyarakat pedesaan. Semakin banyak pemakaian bambu, semakin banyak akan tumbuh perkebunan bambu yang berarti memperbaiki ekosistem bumi dan meningkatkan rantai ekonomi bambu di masyarakat luas.