Isty Adhitya Purwasena
Kerugian akibat korosi dalam bidang industri diperkirakan sebesar $137.9 milyar per tahun. Dari keseluruhan kerugian akibat korosi, sekitar 20% kerusakan logam diakibatkan oleh biokorosi atau Microbiologically Influenced Corrosion (MIC) yang secara signifikan diakibatkan oleh bakteri anaerob pereduksi sulfat (SRB). SRB membentuk biofilm sehingga menyebabkan biokorosi pada permukaan logam. Biokorosi ini disebabkan karena bakteri mereduksi sulfat (SO42-) menjadi sulfida (H2S). Sulfida yang dihasilkan bereaksi dengan Fe2+ hasil dari oksidasi logam menjadi produk korosi FeS. Baik H2S maupun FeS bersifat korosif pada logam. Korosi juga merupakan masalah yang banyak ditemui di industri minyak dan gas. Sebanyak 18% kerusakan pada pipa perusahaan minyak dan gas di USA baik offshore maupun onshore disebabkan oleh korosi dari tahun 1988-2008 sehingga hampir 50% biaya yang dikeluarkan untuk operasi dan perbaikan instalasi dialokasikan untuk mengatasi korosi. Kerusakan yang terjadi pada semua pipa tersebut diperkirakan 20-30% disebabkan oleh aktivitas MIC. Biosida merupakan senyawa kimia yang banyak digunakan untuk mengatasi biokorosi yang terjadi di industri minyak dan gas. Namun demikian biosida memiliki sifat toksik dan beberapa diantaranya sulit untuk didegradasi. Penggunaan biosida ini dapat memiliki dampak negatif terhadap lingkungan jika digunakan tanpa risk assasement yang tepat. Disamping itu penggunaan biosida yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya proses resistensi pada mikroorganisme penyebab biokorosi. Oleh karena itu perlu dicari senyawa antimikroba yang murah, ramah lingkungan, mudah didegradasi dan tidak toksik yang efektif untuk dapat mengatasi biokorosi khususnya di pipa gas dan minyak bumi. Senyawa antimikroba yang diproduksi oleh tumbuhan dapat menjadi salah satu alternatif biosida yang efektif dan aman untuk lingkungan. Beberapa senyawa aktif tumbuhan ini sudah digunakan sebagai biosida di industri makanan dan medis, namun belum ada laporan terkait aplikasi senyawa biosida tersebut di industri minyak dan gas. Namun demikian studi terkait pengaruh senyawa antimikroba terhadap pembentukan biofilm penyebab biokorosi pada plate baja telah dilakukan pada skala laborotorium. Senyawa antimikroba yang digunakan adalah minyak atsiri Cymbopogon citratus. Hasil dari studi tersebut menunjukkan bahwa minyak atsiri Cymbopogon citratus efektif mengurangi laju biokorosi pada plate baja yang sudah dilapisi oleh biofilm. Efektifitas senyawa antimikroba pada minyak atsiri tersebut sangat ditentukan oleh kemampuan penetrasinya ke dalam lapisan matrik polimer pada biofilm. Proses enkapsulasi minyak atsiri dengan nanopartikel chitosan diharapkan akan membuat penetrasi senyawa aktif antimikroba ke dalam biofilm penyebab biokorosi menjadi lebih efektif. Lapisan biofilm akan semakin mudah untuk diatasi seiring dengan meningkatnya jumlah senyawa antimikroba yang terdedah dengan sel mikroorganisme yang tumbuh di dalam lapisan biofilm penyebab biokorosi. Studi ini merupakan tahap awal penelitian untuk dapat menemukan metode agar senyawa antimikroba yang diproduksi oleh tumbuhan dapat efektif berpenetrasi ke dalam biofilm sehingga dapat digunakan sebagai biosida alami di industri minyak dan gas. Pada penelitian ini juga akan dilakukan analisis komunitas mikroorganisme yang hidup di dalam lapisan bofilm yang dapat menyebabkan biokorosi. Studi ini menjadi sangat penting untuk dilakukan karena dapat menjawab permasalahan di dunia industri tidak hanya di industri minyak dan gas yang memiliki permasalahn terkait biokorosi. Melalui studi ini diharapkan dapat diproduksi biosida alami untuk dapat menggantikan biosida sintetik yang bersifat toksik, mahal dan tidak ramah lingkungan.