Dr. rer. pol. Rizqi Abdulharis, ST., M.Sc.
Pengelolaan wilayah secara parsial telah terbukti tidak dapat memberikan hasil yang optimal. Sebelum tahun 2014, pengaturan pengelolaan wilayah hutan dilaksanakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan Kementerian Kehutanan (Kemenhut) secara terpisah. Salah satu akibat pengelolaan wilayah hutan secara parsial adalah adanya perbedaan persepsi antara KLH dan Kemenhut yang berkaitan dengan definisi wilayah hutan. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan luas wilayah hutan menurut KLH dan Kemenhut (Badan Informasi Geospasial, 2017). Akibat lainnya adalah pengelolaan wilayah hutan tidak dapat dilaksanakan secara intensif, sehingga mengakibatkan timbulnya konflik, baik konfik horizontal maupun vertikal antar lembaga pemerintah dan/atau masyarakat. Perbedaan persepsi mengenai wilayah hutan dan budidaya pun terhambat oleh tumpang-tindihnya yurisdiksi lembaga pemerintah pengelola wilayah tersebut, baik secara vertikal maupun horizontal. Perselisihan batas daerah antara Kabupaten Kediri dan Blitar (Faizal, 2016), konflik pertanahan di Kabupaten Mesuji (Saroso, 2014), dan konflik-konflik lainnya yang berkaitan dengan penguasaan dan pemanfaatan sumber daya alam terjadi akibat tidak adanya koordinasi yang intensif antar lembaga-lembaga tersebut. Selain meningkatkan konflik horizontal dan vertikal, pengelolaan wilayah hutan dan budidaya yang telah dilaksanakan saat ini berdampak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat. Kegiatan pelestarian hutan mengakibatkan akses terhadap sumber daya alam menurun drastis sehingga meningkatkan angka kemiskinan masyarakat yang tinggal di wilayah hutan tersebut dan sekitarnya serta mendorong terjadinya pembalakan liar. Di lain sisi, perusakan hutan mengakibatkan daya dukung lingkungan menurun drastis, yang pada akhirnya meningkatkan pula angka kemiskinan masyarakat akibat bencana dan rendahnya daya dukung lingkungan. Dalam rangka menyelesaikan permasalahan tersebut, penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengembangkan model kebijakan, tata kelola wilayah hutan dan budidaya secara terintegrasi dan berkelanjutan. Penelitian ini memiliki nilai kecendekiawanan yang tinggi mengingat hingga saat ini belum tersedia model kebijakan dan tata kelola wilayah hutan dan budidaya yang terintegrasi dan berkelanjutan.
a. Model kebijakan dan tata kelola wilayah hutan dan budidaya secara terintegrasi dan berkelanjutan b. Jurnal Internasional Terindeks: 1