Manfaat Noise di Dunia Kuantum
Tags: ITB4People, Research, SDGs10
Derau atau noise adalah sinyal-sinyal yang tidak diinginkan yang selalu ada dalam suatu sistem akibat pengaruh lingkungan. Dalam kehidupan sehari-hari fenomena ini sering kita temui, misalnya, "pola semut" pada TV akibat cuaca buruk atau pemasangan kabel yang tidak baik. Namun, untuk partikel kecil berskala molekul, dunia kuantum, noise akibat gangguan lingkungan justru dapat membantu dan bahkan menaikkan efisiensi dari sistem tertentu. Menariknya lagi, sistem itu bukanlah buatan manusia, melainkan terdapat di alam sejak dulu, yaitu pada tanaman dan alga.
Perilaku benda-benda pada skala keril (subnanometer) dijelaskan fisika kuantum. Sejak kemunculannya sampai hari ini, kuantum telah menjadi jiwa bagi pengembangan teknologi modern. Teknologi berbasis fisika kuantum sejatinya bukan hal baru bagi peradaban manusia. Faktanya, semua perangkat elektronik yang kita gunakan saat ini dibuat dari material yang pada awalnya ditemukan dengan menggunakan teori kuantum. Namun, perkembangan iimu kuantum pada abad ke-21 telah mewujudkan aplikasi lebih revolusioner, dari komputasi kuantum, kriptografi kuantum, sampai untuk menjelaskan asal usul kesadaran manusia (consciousness).
Pada awal abad ke-20, muncul teori-teori baru yang menjelaskan beberapa fenomena penting yang sebelumnya tidak dapat dijelaskan fisika klasik. Fenomena-fenomena tersebut menyangkut benda seharihari, yakni cahaya. Di antaranya ialah mengapa benda-benda ketika dipanaskan sampai ribuan derajat berpendar dengan warna tertentu--disebut sebagai "radiasi benda hitam". Telaah mengenai sifat cahaya dan partikel subatomik yang dilakukan Planck, Einstein, Bohr, dan lainnya itu kemudian dipadukan Schroedinger, Heisenberg, dan lainnya sebagai teori mekanika kuantum.
Perbedaan dunia kuantum dengan dunia sehari-hari ialah sebuah partikel tidak berlaku seperti "bola" yang memiliki bentuk atau posisi yang pasti, tetapi seperti gelombang yang tidak punya posisi pasti, tetapi memiliki puncak-puncak di berbagai tempat. Puncak-puncak itulah yang menjadi tempat paling mungkin untuk menemukan partikel tersebut. Akibatnya, suatu partikel dapat menempati banyak posisi dan keadaan serara bersamaan (disebut sebagai "superposisi").
Teori kuantum memprediksi beberapa unsur, contohnya silikon, memiliki sifat unik, yaitu semikonduktor. Benda itu dapat menghantarkan listrik (konduktor) ataupun tidak menghantarkan listrik (isolator), bergantung pada besar tegangan listrik yang masuk. Pada pertengahan abad ke-20, transistor ("saklar listrik")--yang dibuat dari bahan semikonduktor-berhasil menjadi building block bagi komputer yang perkembangannya sangat pesat. Tiap kurun waktu dua tahun, ukurannya bertambah kecil sehingga jumlahnya dalam komputer berlipat ganda. Hingga kini, satu cip berukuran ibu jari yang ada di komputer/ponsel kita sekarang bisa mengandung miliaran transistor. Demikian penemuan kuamum tersebut mengawali dunia modem yang kita kenal sekarang.
Pada 2007 ditemukan bahwa efek kuantum berperan dalam proses fotosintesis, yang dilakukan tanaman berdaun dan sebagian alga. Hal itu mengejutkan karena biasanya efek kuantum serupa baru muncul pada ukuran jauh lebih kecil (atomik), jauh lebih dingin (hampir O kelvin), atau jauh lebih teratur; sistem kuantum biasanya sangat rapuh.
Cahaya matahari datang mengeksitasi (meningkatkan energi elektron) molekul klorofil yang berbentuk rantai kompleks. Energi dalam hen tuk eksitasi itu kemudian merambat pada rantai tersebut sebelum akhirnya tiba pada molekul tujuannya. Sepanjang perjalanannya eksitasi diganggu lingkungan, yang terdiri dari molekul air dan protein lain, sehingga jumlah yang selamat sampai tujuan berkurang. Karena sifat gelombangnya, partikel eksitasi itu dapat mengalami interferensi destruktif yang dapat mengurangi efisiensi transpornya. Interferensi itu juga diperparah akibat energi tiap molekulnya tidak teratur, yang berakibat pada tertahannya perambatan energi.
Pada sistem itu, noise lingkungan berupa fluktuasi termal dapat mencegah efek penahanan tersebut sehingga transpor menjadi lebih cepat dan efisien. Di sinilah ditunjukkan bahwa noise tidak selalu berperan sebagai perusak. Fenomena itu juga ditemukan pada sistem lain seperti fiber optik dan sirkuit superkonduktor.
Di Indonesia, pengembangan dari fenomena noise pada sistem kuantum itu dilakukan anggota Laboratorium Fisika Teoretik Energi Tinggi Institut Teknologi Bandung (ITB), dengan menggunakan perhitungan analitis dan simulasi komputer. Cara itu menjadi alternatif dari studi eksperimen terkini, yang biasanya mahal dan butuh sumber daya manusia lebih.
Penelitian yang dilakukan ialah meninjau bagaimana pengaruh eksternal, seperti medan luar dan lingkungan, dan pengaruh ketidakteraturan pada sistem kuantum. Efek medan luar yang periodik seperti laser dan efek-efek lingkungan kuantum kini dapat direalisasikan dengan eksperimen kuantum terkini, misalnya dengan menggunakan perangkap ion (atom bermuatan) yang terbuat dari laser yang direkayasa sedemikian rupa. Perangkat itu telah dikembangkan beberapa grup, contohnya oleh grup Universitas Innsbruck, Austria. Dengan cara itu, sekarang kita telah bisa mengontrol atom individual seperti memindahkan kelereng, semua parameter pemodelan dapat dikontrol secara presisi dalam realisasi eksperimen ini.
Kami menemukan bahwa adanya medan luar tersebut dapat menaikkan efisiensi transpornya lebih tinggi lagi. Di samping itu, adanya ketidakteraturan pada sistem, yang bisa saja terjadi serara baik alami maupun direkayasa, juga berkontribusi besar dalam memberi surplus bagi transpor partikel.
Penelitian itu membuka jalan bagi penelitian berikutnya, yaitu mengenai bagaimana sebetulnya hakikat dari perpindahan energi atau partikel pada skala molekul dalam pengaruh noise lingkungan karena sejatinya tidak ada sistem yang tidak terganggu oleh noise di alam semesta ini. Tentu yang lebih menarik lagi, bagaimana hal itu dapat membangun teknologi masa depan.
Manfaat dan aplikasi penelitian
Sejak zaman prasejarah hingga sekarang, manusia memiliki kebiasaan meniru alam sekitarnya untuk bertahan hidup. Misalnya dari burung manusia belajar aerodinamika sampai dapat membuat pesawat. Sekarang aspek mekanis yang ditiru sudah mencapai skala molekul, dengan fisika kuantum berandil besar. Dapatkah strategi kuantum tumbuh-tumbuhan dalam menangkap cahaya memberikan inspirasi untuk solar cell di masa depan?
Jawabannya bisa; contohnya Bredas dkk (2016) pada jurnal Nature Materials mengambil inspirasi dari fotosintesis umuk solar cell. Keduanya sama-sama memiliki ketidakteraturan yang membuat partikel tertahan di dalamnya--lokalisasi Anderson. Namun, fotosintesis rupanya telah berevolusi menjadi sistem yangdapat mengambil keuntungan dari persaingan antara efek koherensi kuantum dan pengaruh lingkungan. Desain material maju berefisiensi tinggi di masa depan dapat diinspirasi dari sini.
Di samping itu, seperti yang telah disebutkan, selain perangkap ion, terdapat eksperimen-eksperimen lain yang dapat merealisasi sistem kuantum dengan derajat kontrol yang tinggi. Sistem-sistem itu disebut dengan simulator kuantum. Ide dasarnya muncul dari Richard Feynman pada 1982 yang mengatakan bahwa menyimulasikan (menirukan di lab) alam yang penyusunnya benda kuantum harusnya memakai benda kuantum juga. Namun, hingga saat itu sampai awal abad ke-21 simulasi material kuantum masih bertumpu pada komputer konvensional--komputer klasik. Tentunya kemampuannya terbatas karena sistem kuantum sangat kompleks.
Baru pada abad ke-21 orang berhasil mewujudkan simulator kuantum. Contohnya ialah dengan arus superkonduktor, quantum doc, dan atom pada kisioptik. Semuanya bertujuan mewujudkan kumpulan quantum bit/qubit (sistem kuantum 2-keadaan; sistem kuantum paling sederhana) dan harus berada pada suhu sangat dingin, mendekati -273,15 celsius (0 kelvin) demi meminimalkan pengaruh lingkungan. Namun, ada juga yang beroperasi pada suhu ruangan, contohnya berlian dengan kekosongan nitrogen.
Kegunaan simulator kuantum sangat banyak karena sejatinya alam semesta ini disusun partikel-partikel kuantum. Selain untuk menjadi komputer kuantum, contohnya yang telah dibuat Google dan IBM, simulator itu berguna untuk menemukan material baru, desain obat (farmasi), sensor, bahkan perkembangan crypto yang mengancam sistem pertahanan, sampai dengan simulasi quantum gravity. Grup di ITB ikut berkontribusi dalam telaah aspek dinamika kuantum dan efek noise lingkungan pada ilmu yang perkembangannya sangat pesat ini.
Setelah mengetahui semua itu, tidak berlebihan kalau dikatakan kita sedang memasuki era kuantum dan kita harus bersiap menghadapi peluang dan tantangannya. (M-4)