Hidroponik Komersial Berbasis Internet of Things
Tags: ITB4People, Community Services, Research ITB, SDGs9
Pertambahan populasi manusia mengakibatkan permintaan pangan yang semakin besar, tetapi luas lahan pertanian semakin mengecil karena perubahan fungsi lahan pertanian menjadi permukiman. Salah satu solusi yang dapat diterapkan untuk mengatasi masalah tersebut adalah pertanian dengan teknologi hidroponik. Hidroponik adalah budidaya menanam dengan memanfaatkan air tanpa menggunakan tanah dengan menekankan pada pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi tanaman. Teknologi ini cocok dilakukan pada lahan pertanian sempit. Tanaman yang biasa dibudidayakan melalui teknologi ini adalah selada, paprika, tomat, melon, bayam, pakcoy dan kangkung.
Menurut konsep pembangunan pertanian, peningkatan keuntungan dari usaha pertanian harus dilakukan. Salah satu upaya untuk meningkatkan keuntungan dari teknologi hidroponik adalah dengan meningkatkan produksi pada tanaman hidroponik. Oleh karena itu, tim peneliti terdiri dari Maman Budiman, Ph.D, Dr. Nina Siti Aminah dan Ant. Ardath Kristi, S.T. dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) beserta dua orang mahasiswanya (Efraim Partogi dan Prianka Anggara) merancang purwarupa sistem instrumentasi pemantauan parameter-parameter fisis teknologi hidroponik berbasis sistem Internet of Things (IoT) untuk mengetahui parameter fisis yang paling mempengaruhi proses produksi sehingga harus dapat dikendalikan. Tim peneliti juga membuat model pertumbuhan menggunakan machine learning (ML) sehingga dapat digunakan untuk memprediksi hasil produksi.
Lokasi penelitian dilakukan pada hidroponik komersial ”Blessing Farm” yang berlokasi di Jl. Intan Permata No.a20, Ciwaruga, Kec. Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat 40559. Tanaman yang menjadi bahan penelitian adalah pakcoy (Brassica rapa subsp. Chinensis) dan kangkung (Ipomoea aquatica). Sistem hidroponik yang digunakan adalah sistem Nutrient Film Technique atau NFT. Pada sistem ini aliran air dibuat dangkal atau tipis, sehingga tidak merendam akar sepenuhnya. Tujuannya adalah untuk mendapatkan nutrisi, air, dan oksigen secara bersamaan sehingga lebih menghemat tenaga kerja dan waktu. Instalansi NFT dibuat agak miring sekitar 5-10 derajat untuk menghindari menggenangnya air dan mempermudah pergerakan sirkulasi air nutrisi. Sistem kerja NFT cukup mudah, air nutrisi dipompa ke bak tanam untuk membasahi akar kemudian kembali lagi ke tangki nutrisi dan disirkulasi kembali ke bak tanam.
Sistem instrumentasi greenhouse hidroponik menggunakan berbagai sensor dan komponen, yaitu sensor temperatur udara, sensor kelembapan udara, sensor intensitas cahaya, sensor total dissolved solid (TDS), dan sensor temperatur larutan. Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan didesain 7 buah node sensor temperatur, kelembapan dan cahaya yang terhubung dengan mikrokontroler ESP8266, dan 1 buah node sensor TDS dan temperatur larutan yang terhubung dengan mikrokontroler ESP32. Diagram sistem instrumentasi greenhouse hidroponik ditunjukkan pada Gambar 1. Terdapat modul wi-fi pada masing-masing mikrokontroler. Wi-fi menghubungkan semua node sensor ke server (Raspeberry pi). Disini data dari masing-masing node sensor diolah, ditampilkan dengan menggunakan Grafana, dan disimpan dalam basis data menggunakan InfluxDB. Tampilan dan realisasi sistem instrumentasi greenhouse hidroponik ditunjukkan pada Gambar 2 dan Gambar 3. Ukuran greenhouse hidroponik yang diteliti adalah 1514 m2 dengan tinggi rak tanaman 1,3 m. Terdapat filter pada atap sehingga intensitas cahaya yang masuk tidak sama dengan intensitas cahaya yang keluar. Sistem nutrisi menggunakan satu tangki nutrisi untuk produksi seluruh tanaman.
Program ML yang digunakan adalah algoritma random forest regression, linear regression, dan polynomial regression. Program dimulai dengan proses pengambilan data dari sebuah basis data. Data ini disebut datasets, data tersebut lalu dibagi dan digunakan sebanyak 80% untuk keperluan training dan 20% keperluan testing. Dari hasil training akan diperoleh suatu model, model tersebut lalu digunakan untuk melakukan prediksi, hasil prediksi lalu akan diuji performanya menggunakan data testing. Jika tingkat performa belum sesuai dengan kriteria performa yang diinginkan, maka perlu dilakukan training kembali untuk menyesuaikan nilai parameter pada model, training ulang ini juga dilakukan jika ada penambahan data, proses ini diulang hingga model dapat mencapai tingkat performa yang diinginkan.
Dari hasil dua kali panen dibuatlah model pertumbuhan pakcoy, menggunakan 9409 baris datasets yang didapatkan dari sistem IoT berupa data kelembapan udara, intensitas cahaya, temperatur udara, TDS, dan temperatur larutan yang akan menjadi variabel independen sedangkan luas daun dari hasil pengukuran manual pada tanaman pakcoy dan tinggi tanaman serta banyak daun pada tanaman kangkong menjadi variabel dependen yang akan diprediksi. Dari hasil pemodelan tersebut didapatkan data bahwa random forest regression lebih baik dalam memprediksi proses produksi tanaman pakcoy dengan nilai koefisien determinasi sebesar 0.933, mendekati 1. Hal ini menunjukkan hubungan yang kuat antara variabel dependen dan independen. Sementara itu, dari hasil model pertumbuhan tanaman menggunakan algoritma random forest regression, linear regression, dan polynomial regression diperoleh data bahwa variabel yang paling mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang akan dikaji sehingga dapat menjadi variabel kontrol pada proses produksi adalah TDS dan intensitas cahaya. Hasil ini diperoleh sama untuk pakcoy dan kangkung.
Penelitian ini dilakukan oleh tim mahasiswa dalam rangka kegiatan Program Merdeka Belajar – Kampus Merdeka (MBKM). Penelitian dilakukan selama 56 hari. Penelitian ini tidak akan berhenti disini, dari hasil beberapa model yang telah dibuat akan dibuat sistem kontrol TDS dengan menerapkan algoritma random forest regression sehingga dapat menghasilkan produksi daun yang optimal pada berbagai cuaca.