Sports Science dalam Prestasi Bulu Tangkis Indonesia
Tags: ITB4People, Community Services, SDGs3
Bulu tangkis. Rasanya hampir seluruh masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke tahu betul bagaimana olahraga itu menjadi andalan Indonesia ketika berlaga dalam setiap ajang perhelatan olahraga internasional. Terakhir, pada 2 Agustus 2021, seluruh masyarakat Indonesia menyaksikan dengan bangga bagaimana Sang Saka Merah Putih sena lagu Indonesia Raya dikumandangkan di Musashino Forest Sport Plaza BDM, Tokyo, Jepang, lantaran kesuksesan pasangan ganda putri Indonesia (Greysia Polii dan Apriyani Rahayu) mendapatkan medali emas pada ajang Olympic Games Tokyo 2020.
Bulu tangkis memang sudah menjadi cabang olahraga andalan Indonesia ketika pertama kali olahraga itu secara resmi dimainkan dalam Olimpiade pada 1992 di Barcelona. Saal itu, tim bulu tangkis Indonesia pun membawa pulang lima medali. Kemudian, berturut-turut pada Olimpiade periode-periode berikutnya, cabang olahraga bulu tangkis nyaris selalu menyumbang medali bagi Indonesia, kecuali pada Olimpiade 2012 di London, ketika Indonesia gagal membawa satu medali apa pun.
Melihat fakta itu, ada kecenderungan fluktuasi prestasi bulu tangkis Indonesia ketika berlaga di Olimpiade. Hal itu cukup mengkhawatirkan karena semakin banyak negara kompetitor baru yang siap menghadang Indonesia dalam meraih medali di ajang Olimpiade. Sebagai contoh, saat ini negara seperti India, Thailand, bahkan terakhir Guatemala, sukses menunjukkan bahwa negara tersebut serius dalam mengembangkan prestasi bulu tangkis di ajang olahraga empat tahunan itu. Hal itu bisa menjadi ancaman yang sangat berbahaya jika Indonesia terlena dengan hasil yang saat ini didapatkan sehingga membuat lengah dan tidak mau meningkatkan kepeduliannya dalam mengembangkan dan meningkatkan prestasi bulu tangkis.
Kami dari Sports Science Research Group ITB, menyadari perlunya suatu langkah konkret yang harus segera dilakukan untuk mempertahankan prestasi yang saat ini didapatkan sekaligus meningkatkan prestasi itu di masa mendatang. Kami berpikir, senruhan keilmuan sports science harus semakin digiatkan dalam setiap proses pelatihan dan perkembangan suatu atlet bulu tangkis. Oleh karena itu, kami fokus untuk membangun suatu penelitian sports science di dunia bulu tangkis.
Tujuan dan garis besar rangkaian penelitian kami itu sangatlah sederhana, tapi memiliki dampak sangat besar, yaitu memperkenalkan sports science secara lebih mendalam serta membantu setiap pelatih dan atlet bulu tangkis untuk mengungkapkan fenomena-fenomena yang tidak bisa dijelaskan secara ilmiah dalam pertandingan dan memberikan jalan keluar, yaitu suatu jawaban secara kuantitatif dan kualitatif berdasarkan hasil penelitian sports science sehingga dapat membantu pelatih untuk mengembangkan performa atlet.
Kami menyadari bahwa suatu penelitian sports science yang baik, bukanlah berasal dari satu rumpun ilmu saja, melainkan dibutuhkan suatu multidisplin keilmuan yang terlibat didalamnya agar dapat menjawab kebutuhan dan tantangan yang dihadapi dunia kepelatihan bulu tangkis. Oleh karena itu, dengan kekompakan yang kuat umuk memajukan bulu tangkis Indonesia, ITB Sports Science Research Group mengolaborasikan berbagai elemen keilmuan, dari KK llmu Keolahragaan, SF ITB (Tommy Apriantono, MSc, PhD), KK Perancangan Mesin, FTMD ITB (Indria Herman, MT, PhD), KK Teknik Biomedika, STEI ITB (Dr Widyawardana Adiprawita, MT), KK Ergonomi, Rekayasa Kerja, dan Keselamatan Kerja, FTI ITB (Khoirul Muslim, ST, MSIE, PhD), serta seluruh dosen dan peneliti muda dari KK Ilmu Keolahragaan SF ITB. Kami bergabung menjadi sebuah tim yang memiliki tekad kuat untuk menciptakan kultur dan semangat kerja yangbaikdalam memecahkan setiap permasalahan-permasalahan keilmuan yang dihadapi di lapangan.
Fisiologi dan Biomekanika
Dalam penelitian kami yang berjudul Perancangan Validitas dan Reliabilitas Protokol Pelatihan Khusus pada Cabang Olahraga Bulu Tangkis Berbasis Teknologi Sports Science, ada total 60 atlet junior terbaik Indonesia yang terlibat. Secara konkret, penelitian yang didukung LPPM ITB itu melakukan pengukuran terhadap tiga komponen utama setiap individu atlet, yaitu (1) pengukuran antropometri, (2) pengukuran kemampuan cardio-respiratory dan VO2max atlet dan (3) pengukuran analisis statistik pertandingan atlet.
Dari tiga pengukuran itu, tim peneliti melakukan analisis secara fisiologi olahraga dan mengaitkannya dengan prinsip biomekanika olahraga. Pada prinsip fisiologi olahraga, kami menganalisis tentang apa saja faktor-faktor yang dibutuhkan untuk mendukung jumlah kebutuhan fisiologi atlet ketika melakukan pertandingan ataupun ketika berlatih.
Di sisi lain, dalam prinsip biomekanika olahraga, penelitian ini mengorelasikannya dengan risiko cedera yang dialami pemain bulu tangkis ketika sedang bertanding ataupun sedang berlatih, khususnya korelasi risiko cedera back pain ketika melakukan gerakan pukulan overhead.
Terdapat beberapa hasil yang sangat menarik unmk diungkapkan, yakni telah diketahui bahwa bulu tangkis merupakan olahraga yang memiliki karakteristik intermittent dengan dominasi gerakan yang explosive. Karena hal itu, kemampuan aerobik dan anaerobik seorang atlet harus sangat mumpuni demi menampilkan performa yang baik dalam setiap pertandingan.
Dalam hasil antropometri, penelitian ini mengungkapkan karakteristik atlet bulu tangkis junior Indonesia ialah mesomorph, dengan kata lain atlet Indonesia memiliki badan yang ideal dan sempurna.
Hal lain yang sangat mengejutkan ialah tentang V02max--volume maksimal oksigen yang dapat diproses tubuh saat kegiatan intensif dan kerap dijadikan indikator kebugaran tubuh. Terungkap dalam penelitian ini, kapasitas V02max atlet bulu cangkis Indonesia sangat di atas atlet-atlet bulu tangkis mancanegara lainnya. Sebagai contoh, Alcock dan Cable, salah satu peneliti bulu tangkis berkebangsaan Australia dan Inggris, pada 2009, mengungkapkan bahwa V02max atlet bulu tangkis Inggris kategori ganda putra ialah 45 ml/kg/min-1. Hasil itu masih sangat jauh tertinggal jika dibandingkan dengan atlet bulu tangkis ganda putra Indonesia, yang memiliki V02max sebesar 49 ml/kg/min-1.
Pada sudut pandang biomekanika olahraga, tim peneliti mengungkapkan bahwa ketika melakukan gerakan pukulan overhead, akan timbul kecenderungan instability pada bagian pinggang (hip) dan lower limb lainnya. Hal itu yang akan memicu terjadinya back pain pada atlet bulu tangkis.
Beberapa fakta dan temuan yang dikemukakan tersebut, pada akhirnya mendorong para pelatih untuk menerapkan desain latihan yang bersifat high-intensity interval training, yang digabungkan dengan agility training
sehingga dapat meningkatkan kemampuan atlet, baik secara prinsip aerobic maupun prinsip anaerobic.
Selain menyarankan saran pelatihan itu kepada para pelatih, kami juga mengedukasi para pelatih dan permain untuk menggunakan perangkat teknologi sports science terbaru dalam berlatih. Sebagai contoh, penggunaan smart speed (alat pengukur kecepatan otomatis yang dapat digunakan untuk menggantikan stopwatch), takei flexibility (untuk mengukur kemampuan fleksibilitas secara digital), ataupun penggunaan cosmed K5 (untuk mengukur V02max secara real time dengan tingkat presisi dan keakuratan yang sangat baik). (M-2)