Smart-Water EOR Cara Cerdas Dongkrak Industri Migas
Tags: ITB4People, Community Services, Pengabdian Masyarakat, SDGs6
Injeksi smart-water merupakan salah satu teknik perolehan minyak tahap lanjut (enhanced oil recovery/ EOR) yang semakin populer dalam satu dekade terakhir karena biaya yang dibutuhkan relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan metode EOR lain nya, semisal injeksi kimia, injeksi uap, atau injeksi gas CO2. Injeksi smart-water dilakukan dengan memompakan air for masi (brine) ke dalam reservoir dengan komposisi kimia yang diatur sedemikian rupa sehingga kadar garam (salinitas) yang terkandung lebih rendah. Karena itu, injeksi smart-water juga dikenal dengan sebutan low-salinity water injection (LSWI).LSWI yang ditujukan secara khusus sebagai metode EOR belum pernah dilakukan di Indonesia.
Uji coba LSWI sebagai metode EOR di lakukan di Lapangan Tangai-Sukananti, yang terletak di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatra Selatan. Ujicoba itu diawali dengan studi simulasi reservoir yang merupakan kerja sama antara KSO Pertamina-Bass Oil Sukananti Ltd (BOSL) dengan Institut Teknologi Bandung (ITB).
LSWI pada lapangan tersebut dapat memberikan tambahan faktor perolehan minyak (recovery factor/RF) yang cukup signifikan. Apabila produksi lapangan ter sebut dilakukan secara alamiah (primer), produksi kumulatif minyak yang dapat dicapai hanya 0,76 mmstb, yaitu 0,76 juta barel minyak diukur di permukaan. Namun, dengan LSWI, produksi kumulatif minyak dapat ditingkatkan hingga 0,93 mmstb, atau meningkat sebesar 0,17 mmstb, yang ekuivalen dengan penam bahan produksi kumulatif sebesar 22%. Dengan demikian, studi tersebut menunjukkan LSWI mampu meningkatkan faktor perolehan minyak hingga 13,4%.
Studi difokuskan pada salah satu struk tur yang ada di lapangan tersebut, yakni Struktur Tangai. Struktur itu mulai bero perasi pada Oktober 1992 yang mencapai puncak laju produksi sebesar 1.025 barrel oil per day (bopd) sebulan kemudian. Pada Januari 2019, total laju produksi Struktur Tangai telah menurun hingga hanya 100 bopd dengan kadar air 95%. Berdasarkan Laporan Pekerjaan 2019, produksi kumulatif struktur ini telah mencapai 0,4 mmstb dari original oil-in place (OOIP) yang sebesar 1,46 mmstb. De ngan kata lain, produksi baru mencapai faktor perolehan sebesar 28,4%. Dengan mekanisme pendorongan air alamiah (water-drive), perolehan primer Struktur Tangai diperkirakan hanya mampu mem berikan RF sebesar 35%-50%.
Kegiatan studi yang dilakukan ITB termasuk kajian pustaka dan kaji ulang pengalaman operator lain sebagai lan dasan pemikiran bagi kemungkinan pelaksanaan LSWI sebagai metode EOR, khususnya tentang mekanisme pening katan (enhancing mechanisms) sehingga mampu meningkatkan perolehan. Berdasarkan evaluasi yang mendalam terhadap karakteristik lapangan, diketahui bahwa LSWI dapat diterapkan di Struktur Tangai. Kriteria yang menjadi acuan ialah komposisi batuan--yang berupa batuan pasir dengan kadar lempung cu kup tinggi, karakteristik minyak--dengan viskositas relatif rendah dan memiliki komponen polar, komposisi ionik air formasi, serta keadaan kebasahan batuan (rock wettability)--yang berupa mix-wet.
Selanjutnya, simulasi pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang cara terbaik untuk pelaksanaan LSWI yang melibatkan analisis sensiti vitas komposisi air dan laju alir injeksi. Studi tentang interaksi antara minyak, air, dan batuan reservoir dilakukan un tuk memodelkan temuan sebelumnya yang tercantum pada pustaka terkait dengan mekanisme LSWI terhadap pe ningkatan perolehan minyak. Kemudian, untuk menunjang validitas hasil simulasi, dilakukan karakterisasi reservoir lanjut melalui pengujian pendesakan sampel batuan (coreflooding) di laboratorium. Hal terpenting dalam pengujian itu ialah identifikasi pengaruh LSWI secara spesi fik pada formasi batuan Struktur Tangai terhadap interaksi minyak-air-batuan reservoir. Hasil pengujian itu kemudian dijadikan landasan untuk melakukan studi simulasi akhir.
Simulasi akhir, yang dilakukan untuk meningkatkan keakuratan dari simulasi pendahuluan dengan melibatkan hasil pengujian laboratorium, menunjukkan desain optimum LSWI dicapai melalui injeksi smart-water dengan salinitas 1.800 ppm dan laju alir 3.000 stb/hari. Hasil simulasi akhir menunjukkan fak tor perolehan bisa dicapai hingga 63%. Dengan kata lain, peningkatan produksi pada Struktur Tangai dengan teknik LSWI mampu memberikan kenaikan faktor perolehan sebesar 13,4% jika di bandingkan dengan faktor perolehan dengan produksi alamiah. Hasil studi itu terangkum dalam laporan yang telah di sampaikan kepada KSO Pertamina-BOSL dan PT Pertamina EP pada 17 April 2020. Hasil studi tersebut juga telah dipresen tasikan kepada komunitas migas melalui konferensi ilmiah The 45th Indonesian Petroleum Association Convention and Exhibition yang dilaksanakan pada 1-3 September 2021.
Level 7
Setelah tahap simulasi dan pengujian laboratorium selesai, studi dilanjutkan ke tahap pembuatan teknologi untuk menghasilkan air injeksi di lapangan. Dengan demikian, studi itu dapat dikatego rikan sebagai penelitian dengan tingkat kesiapan teknologi (TKT) level 7. Dalam mengembangkan teknologi pengolahan air, ITB bekerja sama dengan Sejong University dan beberapa institusi lain dari Korea Selatan untuk membuat peralatan yang mampu mengolah air hingga menghasilkan air dengan tingkat salinitas tertentu yang sesuai dengan karakteristik reservoir. Peralatan pengolah air itu men cakup dua proses utama, yaitu desalinasi dan koagulasi. Kedua proses tersebut di lakukan dengan menggunakan peralatan khusus yang sesuai dengan proses yang diperlukan termasuk rangkaian pompa, kompresor, pipa, tangki, sensor, peralatan elektrik, dan lain-lain.
Peralatan koagulasi dalam LSWI plant bertujuan mengolah air permukaan yang pada mulanya mengandung ber bagai macam partikel. Dalam prosesnya, partikel-partikel kecil yang terkandung dalam air permukaan tersebut terkum pul membentuk gumpalan, terpisah dari air, dan kemudian terendapkan di dasar tangki. Kekeruhan (turbidity) menjadi parameter yang diatur dalam proses koagulasi. Sementara itu, proses desali nasi, yang menggunakan konsep reverse osmosis, mengutamakan proses penu runan kadar garam (salinitas) khususnya dalam air formasi. Bahan kimia utama yang digunakan dalam proses desalinasi ialah natrium hidroksida (NaOH). Air dengan salinitas rendah hasil dari kedua proses tersebut kemudian dicampurkan untuk mencapai salinitas tertentu sebelum diinjeksikan ke reservoir.
Uji coba LSWI plant dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu pembersihan peralatan, pengisian air, pengoperasian sistem terintegrasi secara penuh, dan pembuangan air. Pembersihan per alatan dilakukan untuk meminimalkan keberadaan pengotor dalam LSWI plant. Pengisian air dijalankan bersamaan dengan aktivasi subsistem LSWI yang terintegrasi untuk mempersiapkan pengoperasian secara penuh dalam keadaan stabil. Proses pengoperasian secara penuh dimulai seiring dengan peng awasan terhadap parameter-parameter tertentu seperti salinitas, kekeruhan air, dan tingkat keasaman (pH).
Hasil dari uji coba proses koagulasi ialah nilai kekeruhan air, salinitas, dan tingkat keasaman. Sementara itu, uji coba desalinasi menghasilkan parameter salin itas, kekeruhan air, dan tingkat keasaman untuk setiap dosis bahan kimia dan rasio laju alir, yaitu antara air dengan salinitas rendah dan air dengan salinitas tinggi. Setelah itu, pembuangan air dari LSWI plant dilakukan untuk memulai uji coba dengan sensitivitas parameter lainnya. Sampai saat ini, data yang diperoleh dari hasil uji coba LSWI plant digunakan untuk mengonfirmasi desain air bersalinitas rendah yang akan diinjeksikan ke dalam reservoir. Ke depan, uji coba LSWI plant akan dilanjutkan ke tahap pemompaan air yang dihasilkan dari kedua proses di atas ke dalam reservoir melalui sumur injeksi. (M-4)